Mengimplementasikan Nilai Ketakwaan dalam Kehidupan

Idul Fitri 1443 H/2022 M
Mengimplementasikan Nilai Ketaqwaan dalam Kehidupan
الله أكبر...(x9)  كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا إله إلا الله والله أكبر
ألله أكبر ولله الحمد... 
 اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَتَمَّ لَنَا شَهْرَ الصِّيَامِ، وَأَعَانَنَا فِيْهِ عَلَى الْقِيَامِ، وَخَتَمَهُ لَنَا بِيَوْمٍ هُوَ مِنْ أَجَلِّ الْأَيَّامِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الواحِدُ الأَحَدُ، أَهْلُ الْفَضْلِ وَالْإِنْعَامِ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ إلَى جَمِيْعِ الْأَنَامِ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ التَّوْقِيْرِ وَالْاِحْتِرَامِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.  أَمَّا بَعْدُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْاا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وَقَالَ تَعَالَى وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ.  

Ma’asyirol Muslimin, Jama’ah shalat ied yang dimuliakan Allah…
Di hari yang mulia nan fitri ini senantiasa kita bersyukur kehadirat Allah SWT yang sampai detik ini masih memberikan kita limpahan nikmat dan karunia yang tak terhitung jumlahnya sebagai titipan terindah yang melekat dan kita rasakan dalam kehidupan kita sehari-hari…
Diluar sana banyak saudara-saudara kita, kerabat kita, yang sangat ingin sampai pada hari ini, akan  tetapi orang-orang yang berkeinginan untuk sampai pada hari ini, ajal telah mendahului mereka, oleh sebab itu tidak dapat ikut berkumpul bersama, shalat ied bersama, merayakan kebahagiaan bersama…
Ada pula sebagian di antara kita yang umurnya sampai hingga saat ini, akan tetapi takdir Allah berbeda untuknya, terbaring di rumah sakit, menghadapi rasa sakit bercampur sedih, mereka pun juga tak dapat berkumpul bersama, shalat ied bersama, merayakan kebahagiaan bersama…
Ada sebagian yang lain, umurnya panjang, dianugerahkan Allah SWT kesehatan, fisik dan mental, sempurna, akan tetapi juga tak dapat ikut bersama kita. Apa sebabnya? Dicabutnya nikmat istiqamah, iman dan Islam dari dalam hatinya, sehingga enggan beribadah kepada Allah. Na’udzubillah…
Oleh sebab itu kalau pada saat ini kita dapat datang berkumpul di rumah Allah, menyambut seruan Allah, setahun sekali kita menjalani Ramadhan dan melaksanakan shalat ied berjama’ah, maka sesungguhnya ada tiga nikmat besar yang ada dalam diri kita diberikan Allah SWT. Saat ini Allah berikan kita nikmat hidup, saat ini juga Allah masih memberikan kita nikmat sehat, dan saat ini pula Allah masih memberikan kita nikmat iman dan istiqamah dalam ibadah kepada Allah, maka ungkapan syukur yang paling indah keluar dari mulut seorang muslim adalah ucapan “Alhamdulillah” segala puji hanya milik Allah, segala nikmat hanya milik Allah, segala kepemilikan hanya milik Allah…
Kewajiban kita adalah bersyukur atas nikmat-nikmat Allah SWT, tentu syukur bukan billisan hanya dilisan saja akan tetapi syukur bil jinan wal arkan, dengan hati dan ibadah nyata)  dengan memanfaatkan titipan nikmat dengan sebaik-baiknya, jangan sekali-kali kita ingkari dan bahkan kita dustakan. Na’udzubillah min dzalik.
 Dalam Surat Ar Rahman Allah berulang kali mengingatkan:
فَبِأَيِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

Karena sejatinya suatu nikmat yang tidak pandai kita syukuri, justru akan menjadi musibah dan keburukan bagi kita sendiri... Rasulullah bersabda:
وكل نعمة لا يقربك من الله فهى بلية
Dan setiap nikmat yang melekat dalam dirimu, namun tidak mampu membuatmu semakin dekat dengan Allah, (tidak mampu membuatmu untuk semangat ibadah kepada Allah) malah akan menjadi musibah dan keburukan bagi dirimu sendiri.
ألله أكبر، ألله أكبر، ألله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر، ألله أكبر ولله الحمد... 
Ma’asyirol Muslimin, Jama’ah shalat ied yang berbahagia…

Kita bertakbir seiring dengan berakhirnya Ramadhan, memuji Allah SWT, membesarkan nama-Nya. Karena Dialah Zat yang layak diagungkan dan dibesarkan. Dialah yang layak dimuliakan dan disucikan. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah yang telah menuntun dan memberikan taufik hingga akhirnya kita bisa melaksanakan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan. Sungguh sebuah nikmat dan karunia yang tiada terhingga.  
Semoga akumulasi kegembiraan imani juga dapat kita rasakan kelak saat berjumpa dengan Allah. Sebagaimana sabda Nabi saw:  
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ وَ إِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
 “Orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan yaitu kegembiraan ketika dia berbuka dan kegembiraan ketika berjumpa dengan Rabb-nya” (HR Muslim) 
 ألله أكبر، ألله أكبر، ألله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر، ألله أكبر ولله الحمد... 
Ma’asyirol Muslimin, Jama’ah shalat ied yang berbahagia…

Esensi dan Tujuan utama Puasa yang kita lakukan selama satu bulan bukan hanya sekedar tidak makan dan minum, bukan pula sekedar menahan syahwat. Namun ia merupakan program Rabbani untuk mencetak pribadi yang bertakwa. Allah befirman, 
 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ 
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS al–Baqarah: 183).   
Dalam Alquran, Allah mengaitkan segala kebaikan dengan kondisi takwa. Allah menjanjikan pahala dan ganjaran besar sebagai balasan atas takwa. Allah menjamin keselamatan dengan takwa. Allah memberikan solusi dan jalan keluar dari berbagai kesulitan dengan takwa. Lebih dari itu, Allah memposisikan orang yang paling mulia di sisi-Nya adalah orang yang paling bertakwa, 
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ 
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.. (QS al-Hujurat: 13) 

Maka keberhasilan puasa dan semua rangkaian amaliyah Ramadhan akan dikatakan sukses dengan adanya nilai-nilai ketaqwaan dalam diri seseorang. Lalu pertanyaannya adalah bagaimana kita mengukur ketaqwaan itu sudah bisa kita raih, maka jawabannya ada pada ciri-ciri atau karakter taqwa itu melekat dalam diri kita.
Dan diantara ciri-ciri atau karakter orang yang bertaqwa adalah, sebagaimana telah dijelaskan oleh Sayyidina Ali ra menggambarkan sikap takwa dengan empat hal, yaitu
  التقوى يه الخوف من الجليل، والعمل بالتن نبيل، والقناعة بالقليل، والإستعداد ليوم الرحيل
Pertama adalah takut kepada Allah Yang Maha mulia.  
Maknanya adalah menghadirkan Allah dalam setiap nafas dan aktifitas kita, baik dalam kondisi sendiri maupun bersama orang, baik dalam kesunyian maupun dalam keramaian, Sebagaima dikatakan oleh ulama:
عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَنْ
Bertakwalah kepada Allah pada saat tersembunyi maupun saat terlihat orang.
Takut semacam inilah yang mengantarkan manusia untuk taat dan menjauhi maksiat dalam segala kondisi dan keadaan di manapun ia berada. 
Kuncinya ada pada muraqabatullah (merasa diawasi oleh Allah). Perasaan inilah yang Allah hadirkan salah satunya lewat  puasa.  
 
Kedua, Dekat dengan Alquran dan mengamalkan pesan-pesan moralnya 
Diantara ciri orang yang bertaqwa adalah orang yang setiap harinya dekat dengan Al-Qur’an, berinteraksi dan mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an.
Ramadhan mengingatkan kepada kita bahwa Allah turunkan suatu kitab suci yang merupakan petunjuk hidup dan akan menjadikan manusia jadi mulia, 
اِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ كَالْبَيْتِ الْخَرِبِ 
 “Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada sedikit pun Al-Qur’an ibarat rumah yang runtuh.”
Disaat momentum nuzulul Qur’an kita sangat yakin bahwa al-Qur’an yang kita imani sebagai pedoman hidup diturunkan kebumi ini pada bulan ramadhan, maka pertanyaan mendasar adalah, suduh turunkah al-Qur’an pada diri kita? Sejauh mana diri ini menyatu dengan Al-Qur’an?. Karena jikalau al-Qur’an sudah mengisi diri ini, maka barang tentu perwujudan taqwa akan semakin kelihatan pada peningkatan ibadah, pembentukan karakter manusia yang rabbani, mudah berinteraksi pada ruang social masyarakat, memiliki karakter cinta sesama, menghargai segala macam perbedaan, dan tidak mudah menuduh keburukan atau kesesatan pada sesama saudaranya.
Dalam konteks ini dia selalu mengamalkan prinsip kedamaian:
نتعاون فيما اتفقنا عليه، ونتعاذر ونتسامح فيما اختلفنا فيه
“Mari kita saling bekerja sama dalam hal-hal yang kita sepakati. saling menghargai dalam masalah-masalah yang kita berbeda pendapat padanya”

Ketiga, merasa cukup dengan yang sedikit.  
Maknanya adalah senantiasa menunjukkan rasa syukur atas segala pemberian Allah meskipun sedikit, sedikit atau banyak bukan menjadi prioritas tapi pada sejauh mana pemberian itu punya nila manfaat yang terus mengalir untuk diri dan orang lain.
Rasulullah bersabda:
مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كثُرَ وَأَلْهَى
“Sesungguhnya yang sedikit dan mecukupi lebih baik daripada yang banyak namun melalaikan.”
اقنع بما قسم الله لك تكن أغنى الناس
“Ridha dengan pemberian Allah, maka engkau akan menjadi orang terkaya dimata Allah”
Betapa banyak orang yang bergelimang harta, tapi tetap merasa miskin dan kurang. Akhirnya ia berusaha memperoleh harta dengan segala cara. Namun bila hati merasa cukup dan kaya, hidupnya akan tenang dan bahagia meski hidupnya sederhana. 

إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلاَثٌ مَا أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ
“Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan.” (HR. Muslim)

Keempat, Senantiasa menyiapkan bekal hidupnya  untuk hari akhir 
Tanda takwa yang keempat adalah selalu menyiapkan diri untuk menghadapi hari akhir. Caranya dengan memantapkan keimanan, melakukan evaluasi dan muhasabah, membekali diri dengan amal, memohon ampunan, serta menjauhi segala hal yang membahayakan.  
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ..
 “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (Akhirat)...” (QS. AlHasyr: 18). 
Bahkan Nabi mengingatkan kepada kita:
الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ 
“Orang cerdas adalah orang yang rendah diri dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, dan orang lemah adalah orang yang mengikutkan dirinya pada hawa nafsunya dan selalu berangan-angan atas Allah,” (HR. al-Tirmidzi)
Di antara cara efektif untuk persiapan hari akhir adalah melakukan investasi jangka panjang yang manfaatnya terus membentang meski sudah wafat. Misalnya dengan sedekah jariyah (wakaf), meninggalkan anak keturunan yang saleh, serta mewariskan ilmu dan manfaat yang berkelanjutan.  
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”

ألله أكبر، ألله أكبر، ألله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر، ألله أكبر ولله الحمد... 
Ma’asyirol Muslimin, Jama’ah shalat ied yang berbahagia…
Untuk itu lewat mimbar ini, nuansa 1 Syawal ini yang artinya hari kesuksesan, kita pun bertekad untuk tetap istiqamah menjaga ibadah dan aktivitas kebaikan yang telah kita lakukan didalam bulan Ramadhan kemaren. Betapa banyak orang ketika Ramadhan membangun istana ketakwaan, rajin shalat, rajin dan rajin ibadah namun setelah berlalu Ramadhan kembali terperdaya dengan tipu daya setan...jangan sampai kefitrahan hati saat ini dan bangunan taqwa yang sudah kita usahakan lewat madrasah ramadhan perlahan memudar, bahkan jangan sampai tercerai berai…
Allah SWT sudah mengingatkan kita pada masalah ini dengan sebuah ayat al-Qur’an:
وَلاَ تَكُونُواْ كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِن بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَاثاً 
“Dan janganlah kalian seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali… 
(QS. An-Nahl [16]

Atau dalam ungkapan para ulama mengatakan:
كونوا  ربانيين ولا تكونوا رمضانيين
Jadilah hamba yg Rabbani, hamba yang ibadahnya tetap istiqomah kapan saja, jangan sekedar hamba Ramadhaniyyin (yg semangat ibadah hanya dibulan Ramadhan saja).
Demikian semoga bermanfaat…

جعلنا الله وإياكم من الفائزين الآمنين وأدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فى زُمْرَةِ الصّالحِين...أقول قولى هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم ...
#Mataram, 1 Mei 2022 M

Komentar :